Tribun Pontianak
Candi Benua Kayong
KETAPANG, KOMPAS.com — Tim Arkeolog Balai Arkeologi Banjarmasin mulai bisa mengungkap tumpukan bata di Desa Negeri Baru, Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Mereka menyimpulkan bangunan tua tersebut sebagai candi setelah menemukan sumuran di bagian tengahnya.
Keberadaan sebuah sumuran menjadi syarat bahwa sebuah bangunan kuno bisa disebut candi. Ketua Tim Peneliti Madya, Bambang Sakti Wiku Atmojo, Selasa (12/10/2010), menuturkan, unsur utama sebuah candi adalah artefak, sumuran, dan relief.
Jika satu di antara unsur utama ini ditemukan, maka bangunan tersebut dipastikan sebagai sebuah candi. Akan tetapi, untuk menentukan candi tersebut berasal dari peradaban apa, hal itu masih membutuhkan benda sejarah lainnya.
"Benda sejarah yang bisa menjadi petunjuk adalah prasasti. Sampai sekarang, kami belum menemukannya," ujar Bambang, ditemui di lokasi penggalian.
Dari prasasti akan diketahui, dari era kerajaan apa bangunan tersebut didirikan. Sumuran merupakan tempat peripih diletakkan. Peripih adalah sejenis nampan atau baki berbentuk segi empat yang terdiri dari sembilan kotak.
Tiap-tiap kotak berisi beberapa jenis benda, misalnya benih padi serta logam perak atau perunggu. Isinya juga bisa berupa mata uang yang bisa menjelaskan bangunan itu berasal dari abad berapa.
"Kotak-kotak itu bisa juga berisi tulisan mantra-mantra. Biasanya peripih digunakan untuk dipersembahkan kepada Dewa. Di atas sumuran mestinya kering, tidak seperti sekarang, ada air," urainya.
Biasanya, di atas peripih itu terletak patung dewa yang terbuat dari batu andesit. Namun, benda-benda ini sudah tidak ditemukan lagi di atas sumuran.
Berdasarkan kesimpulan sementara, kuat dugaan bahwa candi ini berasal dari abad ke-14 dan ke-15. Bentuknya menyerupai candi dari era kerajaan di Jawa Timur, yang kemungkinan besar pada zaman Hindu.
Candi utama dipastikan berukuran 5,4 x 5,4 meter dengan ukuran batu bata sepanjang 32-36 sentimeter. Ketebalan batu bata 4-6 sentimeter, dan lebar 13-17 sentimeter. Candi ini hanya menggunakan dua batu bata utama pada bagian pinggirnya.
Ada 3 penampil berbentuk segitiga di bagian depan. Di sana juga ditemukan dua candi pendamping, atau perwara yang terletak di sebelah kanan menghadap candi. Menurutnya, seharusnya ada dua candi pendamping lagi di sisi kiri. Namun, hal itu tak ditemukan.
sumber: Kompas.com
Keberadaan sebuah sumuran menjadi syarat bahwa sebuah bangunan kuno bisa disebut candi. Ketua Tim Peneliti Madya, Bambang Sakti Wiku Atmojo, Selasa (12/10/2010), menuturkan, unsur utama sebuah candi adalah artefak, sumuran, dan relief.
Jika satu di antara unsur utama ini ditemukan, maka bangunan tersebut dipastikan sebagai sebuah candi. Akan tetapi, untuk menentukan candi tersebut berasal dari peradaban apa, hal itu masih membutuhkan benda sejarah lainnya.
"Benda sejarah yang bisa menjadi petunjuk adalah prasasti. Sampai sekarang, kami belum menemukannya," ujar Bambang, ditemui di lokasi penggalian.
Dari prasasti akan diketahui, dari era kerajaan apa bangunan tersebut didirikan. Sumuran merupakan tempat peripih diletakkan. Peripih adalah sejenis nampan atau baki berbentuk segi empat yang terdiri dari sembilan kotak.
Tiap-tiap kotak berisi beberapa jenis benda, misalnya benih padi serta logam perak atau perunggu. Isinya juga bisa berupa mata uang yang bisa menjelaskan bangunan itu berasal dari abad berapa.
"Kotak-kotak itu bisa juga berisi tulisan mantra-mantra. Biasanya peripih digunakan untuk dipersembahkan kepada Dewa. Di atas sumuran mestinya kering, tidak seperti sekarang, ada air," urainya.
Biasanya, di atas peripih itu terletak patung dewa yang terbuat dari batu andesit. Namun, benda-benda ini sudah tidak ditemukan lagi di atas sumuran.
Berdasarkan kesimpulan sementara, kuat dugaan bahwa candi ini berasal dari abad ke-14 dan ke-15. Bentuknya menyerupai candi dari era kerajaan di Jawa Timur, yang kemungkinan besar pada zaman Hindu.
Candi utama dipastikan berukuran 5,4 x 5,4 meter dengan ukuran batu bata sepanjang 32-36 sentimeter. Ketebalan batu bata 4-6 sentimeter, dan lebar 13-17 sentimeter. Candi ini hanya menggunakan dua batu bata utama pada bagian pinggirnya.
Ada 3 penampil berbentuk segitiga di bagian depan. Di sana juga ditemukan dua candi pendamping, atau perwara yang terletak di sebelah kanan menghadap candi. Menurutnya, seharusnya ada dua candi pendamping lagi di sisi kiri. Namun, hal itu tak ditemukan.
sumber: Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar