Kamis, 21 Oktober 2010

Manusia Purba "Bangkit" dari Kubur

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Replika tengkorak Australopithecus afarensis dipajang di Museum Geologi, Bandung, Jawa Barat, Minggu (27/9). Australopithecus afarensis merupakan satu hominid punah yang hidup sekitar 3.9 juta tahun-2.9 juta tahun lalu di wilayah timur Afrika, yaitu Hadar, Etiopia.
KOMPAS.com — Manusia purba dibangkitkan dari kubur oleh para peneliti. Tentu saja pengertian "dibangkitkan" ini bukanlah harfiah, melainkan lebih pada pemetaan kembali genomnya. Adalah tim ilmuwan Denmark yang mengumumkan, Rabu (10/2/2010), bahwa seroang pria bermata coklat dari 4.400 tahun lalu, dinamakan Inuk, adalah manusia purba pertama yang berhasil diruntun genomnya.

Tahun lalu peruntunan genom gajah mammoth telah dilakukan dan sebentar lagi runtunan genom manusia Neanderthal juga akan menyusul. Para ahli genom mulai unjuk gigi, menunjukkan betapa besarnya potensi bidang ini.

"Tak ada yang tahu di mana batasannya," kata Eske Willerslev, yang telah merintis analisis DNA purba di Universitas Copenhagen, Denmark, dan juga yang memimpin tim yang meruntunkan genom si Inuk. Target berikutnya mungkin adalah mumi dari Mesir dan Amerika Selatan, atau bahkan nenek moyang manusia yang lebih tua dari Neanderthal. Namun, tingkat keberhasilan untuk meruntun genom dari bekas-bekas sekuno itu tak bisa dipastikan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa Inuk adalah orang Eskimo dari suku Saqqaq, bergolongan darah A positif, memiliki kecenderungan kebotakan yang umum pada pria, rentan terhadap infeksi kuping, dan diperkirakan bermata coklat. Temuan lainnya yang menarik adalah Inuk merupakan keturunan dari bangsa yang sebelumnya tak diketahui, yang telah bermigrasi dari Siberia ke Amerika Utara sekitar 5.500 tahun yang lalu.

Contoh ideal

Inuk tergolong contoh yang ideal untuk peruntunan genom. Berkas-berkas rambut coklatnya ditemukan di barat Greenland, di mana suhu dingin telah mencegah penguraian DNA-nya. Dibandingkan dengan bekas tulang, bekas rambut juga lebih mudah dibersihkan dari kandungan mikroba.

Pengujian genom purba selanjutnya akan berusaha meruntun DNA dari sampel yang lebih sulit, yaitu dari belahan dunia yang daratannya tidak selamanya beku, atau dari bekas tubuh yang usianya lebih tua beberapa ribu tahun. Menurut Willerslev, salah satu kandidatnya adalah mumi dari Amerika Selatan. Populasi pribumi daerah itu jatuh drastis setelah kedatangan para penakluk dari Spanyol, Eropa, dan sangat sedikit yang diketahui tentang keanekaragaman bangsa yang pertama kali menetap di Amerika Selatan sebelum kedatangan bangsa Eropa. Harapannya, penelitian genetika bisa memberikan gambaran baru tentang bangsa itu.

Mumi lainnya juga memungkinkan untuk diruntunkan genomnya. "Bakal menarik kalau mengambil rambut dari Tutankhamen (untuk diruntun genomnya)," kata Carles Lalueza Fox, pakar paleogenetik dari Universitas Fabra Pompeu, Barcelona, Spanyol, secara terpisah dari tim penelitian Inuk. Menurut dia, mumi Mesir lainnya ada dalam daftar antrean.

Genetika mumi
Peruntunan DNA pertama yang menjadi pembuktian awal merupakan 3.400 pasangan basa DNA dari mumi Mesir berusia 2.400 tahun. Peruntunan genom penuh bisa memberikan informasi lebih, contohnya kita mungkin bisa tahu apa penyebab kematian Raja Tut.

Saat ini, satu-satunya genom manusia purba yang telah dipublikasikan adalah milik Inuk. Akan tetapi, sebentar lagi, tim pimpinan Svante Pääbo dan Ed Green di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusioner di Leipzig, Jerman, akan memublikasikan runtunan genom lengkap yang disusun dari beberapa Neanderthal yang kira-kira usianya 38.000 hingga 70.000 tahun.

Willerslev mengatakan bahwa Neanderthal bukanlah satu-satunya manusia purba yang bisa diruntunkan genomnya. Homo erectus, spesies yang muncul di Afrika kira-kira 2 juta tahun yang lalu, telah bertahan hidup di Asia timur hingga 100.000 tahun yang lalu. Kalau saja bisa ditemukan tulang dalam kondisi awet, genom Homo erectus bisa diruntun.

Laboratorium Willerslev telah menerima tulang belulang dari Spanyol yang merupakan bekas dari Homo heidelbergensis, yakni pendahulu dari Neanderthal. "Kita baru memulai (penelitian untuk tulang belulang itu) sekarang," imbuh Willerslev.

Manusia purba
Kalau hasil genom dari manusia-manusia purba ini berhasil ditemukan, dan hal ini sangat tak bisa dipastikan, hasilnya bisa memberikan pemahaman lebih tentang hubungan antarspesies primata serta kapan dan di mana spesies-spesies itu mulai bercabang. Kalau informasi genetika yang didapatkan memadai, kita bisa mengetahui lebih banyak tentang manusia purba, bahkan mungkin bisa tahu seperti apa sosok mereka.

Genom manusia purba bisa memberikan masukan tentang evolusi spesies kita sendiri dan menjelaskan kapan muncul gen yang menyebabkan penyakit dan kesadaran tingkat tinggi.

Akan tetapi, DNA tidaklah abadi. Makin tua usianya, rantai DNA pecah menjadi bagian-bagian kecil. Akhirnya mereka menjadi terlalu kecil untuk diruntunkan, maka hilanglah petunjuk pada informasi tersebut. "Sepertinya ada rentang waktu sekitar 100.000 tahun di mana DNA utuh yang diawetkan bisa bertahan," kata Green.

Namun, Stephan Schuster dari Universitas Negeri Bagian Pennsylvania, orang yang memimpin proyek genom mammoth, berpendapat bahwa ilmu genomik purba sedang mandek. Ia menjelaskan bahwa ada bagian-bagian besar dari runtunan genom Inuk yang tak bisa dilengkapi karena DNA-nya telah hancur lebur. "Kita akan menghadapi pertempuran sengit dalam memakai ini untuk (meruntun genom) dari sisa-sisa manusia dalam jumlah besar."

sumber: Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar