MOTOR PLUS/YUDI
Ilustrasi knalpot.KOMPAS.com — Rekayasa knalpot untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor memang bukan hal baru. Beberapa tahun lalu sempat ada penemuan tentang penggunaan zeolit dan plasma untuk mengurangi emisi. Namun, penemuan tersebut tak banyak mendapat tanggapan karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk merekayasa dan mempertahankan fungsinya.
Kini, ada inovasi lain yang lebih efektif dan efisien dari penggunaan zeolit, yaitu plasmulator. Prinsip inovasi baru ini terbilang sederhana sebab hanya berdasarkan pada penggunaan elektroda yang bermuatan positif dan negatif untuk menarik zat lain yang bermuatan beda. Singkatnya, seperti kemampuan magnet untuk menarik logam.
Plasmulator ini dibuat dari bahan-bahan sederhana, yaitu kaleng minuman bekas, baling-baling kecil berbahan logam, dan dinamo DC 12 V. Kaleng minuman bekas dipotong salah satu sisnya kemudian sisi lainnya disisipi plasma dan dinamo di dalamnya. Plasma sendiri berisi kabel dengan karet pembungkus yang telah dikupas dan elektroda berbahan dasar logam, dikaitkan dengan sisi luar kaleng bekas dengan baut.
Bagaimana cara plasmulator mengurangi emisi? Aliran gas yang keluar dari kendaraan bermotor akan menggerakan baling-baling. Energi gerak yang ada di baling-baling akan diubah menjadi energi listrik sehingga elektroda memiliki muatan tertentu. Muatan tertentu pada elektroda inilah yang akan membuat senyawa emisi kendaraan tertarik ke bagian plasma sehingga tak bisa dikeluarkan ke udara bebas.
Siswa-siswa yang menjadi inovator menyebut bahwa keunggulan alat ini ada pada biaya produksi yang murah sehingga bisa dijual dengan harga yang terjangkau. Dengan harga yang terjangkau, mereka menganggap bahwa banyak masyarakat yang akan membeli dan menggunakannya sehingga program pengurangan emisi kendaraan bermotor dapat berjalan.
Dibandingkan modifikasi knalpot dengan penambahan zeolit, metode yang disebut ionisasi ini lebih efisien. Masyarakat tak perlu menambahkan zeolit setiap periode tertentu seperti pada penemuan terdahulu, tetapi cukup membeli satu alat ini saja untuk selamanya, tinggal pemeliharaannya harus dilakukan sehingga tak cepat aus.
Soal kefektifan alat ini, para inovatornya sudah menguji apa yang mereka buat ini di BLH DIY lewat uji emisi. Dari hasilnya, sekitar 25,76 persen kadar CO2, 63,64 persen kadar nitrogen oksida, dan 24,35 persen kadar karbon monoksida berkurang. Nah, kalau ingin memanfaatkannya, para inovator mengatakan bahwa tiap orang bisa membuatnya sendiri karena prinsipnya sangat sederhana atau tunggu saja sampai produk macam ini dipasarkan.
Inovasi siswa SMU 1 Teladan Yogyakarta ini menjadi juara I di National Young Inventor Awards yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan diumumkan pada Kamis (21/10/2010). Selamat kepada anggota tim, Ikhsan Brilianto, Andreas Diga, dan Ahmed Reza.
sumber: Kompas.com
Kini, ada inovasi lain yang lebih efektif dan efisien dari penggunaan zeolit, yaitu plasmulator. Prinsip inovasi baru ini terbilang sederhana sebab hanya berdasarkan pada penggunaan elektroda yang bermuatan positif dan negatif untuk menarik zat lain yang bermuatan beda. Singkatnya, seperti kemampuan magnet untuk menarik logam.
Plasmulator ini dibuat dari bahan-bahan sederhana, yaitu kaleng minuman bekas, baling-baling kecil berbahan logam, dan dinamo DC 12 V. Kaleng minuman bekas dipotong salah satu sisnya kemudian sisi lainnya disisipi plasma dan dinamo di dalamnya. Plasma sendiri berisi kabel dengan karet pembungkus yang telah dikupas dan elektroda berbahan dasar logam, dikaitkan dengan sisi luar kaleng bekas dengan baut.
Bagaimana cara plasmulator mengurangi emisi? Aliran gas yang keluar dari kendaraan bermotor akan menggerakan baling-baling. Energi gerak yang ada di baling-baling akan diubah menjadi energi listrik sehingga elektroda memiliki muatan tertentu. Muatan tertentu pada elektroda inilah yang akan membuat senyawa emisi kendaraan tertarik ke bagian plasma sehingga tak bisa dikeluarkan ke udara bebas.
Siswa-siswa yang menjadi inovator menyebut bahwa keunggulan alat ini ada pada biaya produksi yang murah sehingga bisa dijual dengan harga yang terjangkau. Dengan harga yang terjangkau, mereka menganggap bahwa banyak masyarakat yang akan membeli dan menggunakannya sehingga program pengurangan emisi kendaraan bermotor dapat berjalan.
Dibandingkan modifikasi knalpot dengan penambahan zeolit, metode yang disebut ionisasi ini lebih efisien. Masyarakat tak perlu menambahkan zeolit setiap periode tertentu seperti pada penemuan terdahulu, tetapi cukup membeli satu alat ini saja untuk selamanya, tinggal pemeliharaannya harus dilakukan sehingga tak cepat aus.
Soal kefektifan alat ini, para inovatornya sudah menguji apa yang mereka buat ini di BLH DIY lewat uji emisi. Dari hasilnya, sekitar 25,76 persen kadar CO2, 63,64 persen kadar nitrogen oksida, dan 24,35 persen kadar karbon monoksida berkurang. Nah, kalau ingin memanfaatkannya, para inovator mengatakan bahwa tiap orang bisa membuatnya sendiri karena prinsipnya sangat sederhana atau tunggu saja sampai produk macam ini dipasarkan.
Inovasi siswa SMU 1 Teladan Yogyakarta ini menjadi juara I di National Young Inventor Awards yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan diumumkan pada Kamis (21/10/2010). Selamat kepada anggota tim, Ikhsan Brilianto, Andreas Diga, dan Ahmed Reza.
sumber: Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar